Kamis, 06 Juni 2013

Jim Morrison & The Doors



Bisa jadi Jim Morrison adalah salah satu vokalis band rock yang paling terkenal. Vokalis The Doors yang berwajah rupawan itu berhasil menggabungkan antara musik, puisi, drama, dan theatrical stage persona. Bahkan sejak kematian misteriusnya pada tahun 1971, dia masih saja menjadi objek pembahasan yang tak pernah habis diperbincangkan. Begitu pula di Indonesia.
Biografi paling komprehensif mengenai Jim Morrison adalah No One Here Gets Out Alive: The Bestselling Biography of Jim Morrison yang ditulis oleh Jerry Hopkins dan Danny Sugerman. Di Indonesia, buku yang aslinya diterbitkan pada tahun 1980 ini dialihbahasakan menjadi No One Here Gets Out Alive: Biografi Terlaris Jim Morrison.

Jerry Hopkins adalah seorang jurnalis freelance yang sering menulis mengenai musik rock. Selain itu dia adalah seorang kontributor bagi majalah musik Rolling Stone. Sedang Danny Sugerman adalah jurnalis musik yang pertama kali menulis tentang konser The Doors pada umur 13 tahun. Dia juga adalah manajer The Doors pada masa kejayaan mereka.

Biografi ini merupakan sebuah gambaran yang utuh mengenai Jim Morrison sebagai manusia, tidak melulu bercerita tentang kehidupan Jim sebagai vokalis band psychedelic legendaris, The Doors. Buku ini memotret tahap-tahap perubahan dalam kehidupan Jim yang terlahir dengan nama James Douglas Morrison. Termasuk masa kecilnya di Albuquerque, masa remaja yang dihabiskannya dengan berpindah-pindah tempat tinggal, kehidupannya sebagai mahasiswa eksentrik nan pemalu di UCLA, gemerlap hidup sebagai rockstar bersama grup bandnya, hingga saat kematiannya di Paris.

Pada umur 4 tahun, Jim yang berayahkan Steve Morrison, seorang admiral Angkatan Laut Amerika, dan beribukan Clara Clarke, mengalami kejadian paling penting dalam hidupnya: merasakan ketakutan untuk yang pertama kalinya. Kala itu rombongan keluarga Jim sedang berkendara melewati gurun pasir di New Mexico. Mereka bertemu dengan rombongan  Indian Pueblo yang mengalami kecelakaan dan sekarat. Jim menangis tersedu sembari meratap “Aku ingin menolong... Mereka akan mati...”. Ketika Jim beranjak dewasa, dia selalu berkata bahwa roh seorang Indian tua telah merasuki tubuhnya (hal. 14). Pengalaman mistis ini lantas dijadikan puisi berjudul “Dawn’s Highway” yang ada pada album solonya, An American Prayer.

Jim tumbuh menjadi remaja yang seperti memiliki kepribadian ganda. Di satu sisi, dia merupakan seorang anak yang cerdas, mempunyai daya tarik, serta berperilaku santun. Tapi di satu sisi lain, dia bisa membuat orang lain terperanjat dan ketakutan karena gaya bahasa yang tidak sopan dan sering bertingkah kasar, terutama pada adik lelakinya (hal. 17). Jim juga mulai menarik diri dari lingkungan sosial, mulai membaca buku dengan rakus – terutama karya Nietzsche, William Blake dan Jean Paul Sartre,  serta berperilaku tidak semestinya. Ternyata ini merupakan bentuk defense mechanism dari kebiasaan keluarga Jim yang hidup berpindah-pindah tempat tinggal – dikarenakan tempat tugas ayahnya yang juga sering berpindah tempat (hal. 18).

Pada tahun 1964, di umurnya yang ke 21, Jim mulai berkuliah di UCLA mengambil jurusan Sinematografi. Di fakultasnya, terdapat beberapa sutradara papan atas – termasuk Stanley Kramer dan  Josef Von Sternberg. Sedangkan sutradara legendaris Francis Ford Coppola merupakan teman satu angkatan Jim disana (hal. 68). Di UCLA pula, Jim berteman dengan Ray Manzarek, seorang sarjana ekonomi yang juga mantan pemain piano di Angkatan Darat yang keluar dari kesatuannya dengan cara berbohong kalau dia adalah seorang gay. Jim dan Ray lantas sepakat membuat sebuah band rock. Band ini dinamakan The Doors, yang diinspirasi oleh penggalan kalimat dalam puisi William Blake, The Marriage of Heaven and Hell, “If the doors of perception were cleansed, everything would appear to man as it truly is, infinite.” (hal. 72).

Jim dan Ray lantas mengajak Robby Krieger, seorang gitaris dari keluarga menegah atas yang memiliki dasar permainan blues dan flamenco (hal. 107). Pada posisi drummer, mereka mengajak John Densmore, seorang drummer yang biasa memainkan lagu-lagu jazz. Ketika Jim mengabarkan pada keluarganya bahwa dia menjadi seorang vokalis band rock, sang ayah murka. Ayahnya berkata “Well, menurutku itu adalah ide sampah.” Sejak itulah, Jim tidak pernah lagi menulis surat pada keluarganya (hal.104). Ternyata masalah kecil ini lantas menjadi akar permasalahan yang membuat Jim tak pernah mau lagi bertemu dengan keluarganya. Ketika diwawancara, Jim selalu berbohong bahwa ayah dan ibunya telah meninggal.

The Doors lalu mulai bermain di klub-klub yang bertebaran di Los Angeles. Pada suatu malam, The Doors membikin rusuh di sebuah klub besar bernama Whiskey a Go Go. Semua bermula ketika The Doors memainkan repertoar berjudul “The End”, sebuah lagu magnum opus milik mereka. Seperti biasa, Jim berimprovisasi di tengah lagu. Lantas dia memasukkan potongan adegan dalam Oedipus Rex milik Sophocles yang mencekam, “F*ck the mother, kill the father”. Sang pemilik klub marah besar dan memecat The Doors untuk selamanya (hal. 140). Namun ternyata hal itu membawa berkah. Penampilan brilian mereka ditonton oleh Paul Rotchild, seorang petinggi dari label rekaman Elektra. Paul mengajak The Doors untuk bergabung dengan Elektra Records, label milik Jac Holzman. Paul lantas menjadi produser bagi The Doors.

Minggu pertama bulan Januari 1967, album pertama mereka yang berjudul The Doors diluncurkan, dengan mengandalkan single pertama “Break On Through”. (hal. 149). Tapi lagu yang berhasil membuat The Doors mendunia adalah singleLight My Fire”, sebuah mahakarya mereka yang berdurasi 7 menit 8 detik. Lagu yang penuh bebunyian synthesizer ini bercerita mengenai kesenangan seksual dan drugs yang dilambangkan dengan simbol fire. Sejak itulah mereka menjadi superstar, dan hidup mereka tak pernah sama lagi. Jim Morrison lalu semakin tenggelam dalam drugs dan alkohol, yang nantinya membawa kehancuran perlahan bagi dirinya sendiri dan juga The Doors.

Hal lain yang menarik mengenai Jim adalah kehidupan asmara ala hippies diantara Jim dengan banyak perempuan. Jim memiliki seorang “pasangan kosmik” bernama Pamela Courson (hal. 174). Hubungan Jim dengan Pamela adalah hubungan absurd yang melibatkan puisi, lagu, kekerasan, alkohol dan juga drugs. Dengan Pamela pula Jim bisa menjadi seorang James Douglas Morrison sang penulis puisi yang lucu, manis sekaligus romantis. Bisa pula menjadi Mr. Mojo Risin’ yang misterius, atau Lizard King yang penuh dengan aura seksual dan keliaran. Jim bisa pula menjadi Jimbo sang pemabuk yang suka membuat onar. Hubungan seksualnya dengan berbagai wanita – termasuk jurnalis rock Patricia Kennealy, Nico sang vokalis Velvet Underground, hingga fotografer Gloria Stavers, menjadi bumbu yang membenarkan kredo Sex, Drugs, Rock N Roll yang melegenda itu.

Abadinya Jim Morrison

Bersama The Doors, Jim telah merekam 6 album studio, 4 buah buku puisi, dan 1 album solo berjudul “An American Prayer” yang dirilis pada tahun 1978, 7 tahun setelah Jim meninggal secara misterius di Paris. Jim dikatakan mengalami gagal jantung dan meninggal pada umur 27, sama seperti umur kematian rombongan sirkus rockstar terkenal seperti Jimi Hendrix, Janis Joplin, dan Brian Jones. Jenazahnya dikuburkan di Pere La Chaise Paris, pemakaman yang juga tempat dikuburnya beberapa pesohor seperti Edith Piaf, Oscar Wilde, dan Chopin. Bahkan setelah Jim dikubur pun, masih banyak orang yang tak percaya kalau vokalis flamboyan ini telah meninggal. Banyak fansnya yang percaya kalau Jim tidak meninggal, melainkan kabur dari hingar bingar pers dan hidup di Afrika.

Setelah hampir 39 tahun semenjak kematiannya, Jim Morrison masih saja “hidup.” Dia ada pada kaos-kaos, stiker, dan juga poster. Dia menjadi simbol dari kebebasan dan pemberontakan. Benar kata Ray Manzarek yang pernah berkata, “Setiap anak muda pada generasi apa pun yang sedang mencari kebebasan, pasti akan menemukan The Doors di dalamnya, dan juga Jim Morrison.”

Suatu ketika Jim pernah berkata “Each generation wants new symbols, new people, new names. They want to divorce themselves from their predecessors.” Tiap generasi menginginkan simbol baru, orang baru, nama baru. Mereka ingin melepaskan diri dari para pendahulunya. Dan ya, mengingat Jim masih saja “hidup” hingga sekarang, dia akan menjadi simbol baru itu. Simbol dari sesuatu bernama kebebasan, dan juga pemberontakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar